GuidePedia

0
Keajaiban Bersama Umar Bigovice dari Bosnia

Siang itu, udara pantai Salmiyah Kuwait, terasa sangat terik, musim panas sudah datang, maka seantero negeri Kuwait akan merana kepanasan selama tiga bulan, yakni Agustus, Sepetember dan puncaknya bulan Desember. Kuwait terkenal memiliki cuaca paling mengerikan di Timur Tengah. Jika musim dingin datang, maka akan terasa sangat dingin dibawah o drajat, jika musim panas datang maka akan terasa sangat panas, bisa mencapai 55 drajat, melebihi negara-negara Timur Tengah lainnya. Hal ini disebabkan kondisi geografis Kuwait terdiri dari bentangan pantai teluk dan ribuan hamparan padang pasir, tanpa ada gunung dan pohon-pohonan.

Bulan Agustus 2006 yang sangat terik. Penulis dan delapan pelajar sepakat untuk pergi wisata ke pantai Salmiyah yang terkenal indah. Abdul Awal dari Moro Pilipina ditunjuk sebagai ketua panitia. Sa’ad Zubair dan Sholeh Zubeir dari India (kakak beradik yang sudah hafal Al-Qur’an 30 juz) ditunjuk sebagai divisi acara. Abdul Basyir dari Filipina Selatan ditunjuk sebagai divisi perlengkapan. Umar Bigovice dari Bosnia sebagai divisi transportasi. Pation dari Albania sebagai divisi lomba. Chairuddin dan Abdul Azis Yonoo dari Thailand sebagai divisi konsumsi.

Hari kamis, tepat jam 14.00 kami berkumpul di Masjid Ma’ahaddiny Qurtubah. Kemudian kami diangkut oleh Umar Bigovice. Karena mobilnya kecil maka terpaksa kami diangkut menjadi dua gelombang.

Pada jam 14.45, seluruh personil sudah sampai ke pantai. Semuanya mempersiapkan tugas masing-masing. Penulis dan Umar pergi ke bakkoollah (kios) membeli persedian yang belum terbawa. Mobil honda kami meluncur kencang di tengah jalan utama Salmiyah street. Di sepanjang perjalanan Umar bercerita tentang keluarganya yang mati disembelih dan dibantai secara membabi buta oleh tentara Serbia. Kekejian itu terjadi tahun 1990, saat Serbia berusaha mencaplok kedaulatan negara Bosnia. Umar salah seorang yang selamat dari kejamnya tentara Serbia, karena ia sempat bersembunyi di bawah westafel.

Saat sedang asyik-asyiknya Umar bercerita, tiba-tiba mobil kami berhenti mendadak. Hati penulis langsung dag dig dug tidak karuan. Umar turun dari mobil untuk mengecek mesin. Ternyata, tank bensinnya mengering. sementara pom bensin tidak banyak ditemukan di tempat itu. Penulis tidak mau kehabisan akal. Akhirnya penulis berjalan kaki mencari pom bensin. Tetapi sudah hampir sejauh 5 km belum ditemukan juga. Padahal saat itu langit terasa berada di atas kepala. Kulit terasa terbakar. Napas penulis sudah terasa sesak. Tidak lama kemudia penulis melihat pom bensin. Tapi takdir berkata lain, ternyata tidak ada jeliken atau tempat untuk membawa bensin.

Dalam kebingungan itupun, penulis membayangkan bagaimana kasihannya Umar yang sedang menunggu penulis. Cuaca yang sangat terik akan membuat Umar tersiksa di tengah jalan. Dalam hati penulis menjerit kepada Allah “Ya Allah, kami di sini berkumpul karena dakwah-Mu, dan kami saling bertemu karena Ta’at dan cinta kepada-Mu, maka jika ini keputusan-Mu yang terbaik, aku ridho”. Tidak lama kemudian penulis mendengar suara klakson berbunyi dari arah sebelah kanan pom bensin. Ternyata yang membunyikan klakson itu Umar. Ia tersenyum, sambil mengisikan bensin. Ketika penulis tanyakan padanya,”Bagaimana mobil bisa hidup dengan kondisi bensi yang kering?” umar menjawab dengan sanati “Nanti saja ceritanya di pantai”.

Matahari sudah mulai teduh, hari sudah semakin sore, setelah shalat ashar, seperti biasa kami memulai agenda pengajian. Dimulai dengan membaca al-Qur’an, tadabur ayat-ayat Allah, kultum, info dunia Islam, infaq, taujih, pembahasan program dakwah, qodoya wa rowai’ (curhat), do’a rabithah. Setelah itu lalu kami bermain sepak bola dan berenang.

Diakhir wisata Umar bercerita tentang mobil mogok yang tiba-tiba bisa hidup. Dia juga sangat kaget karena berkali-kali dicek mobil itu tidak menyisakan bensin sedikitpun. Tutupnya saja masih dipegang Umar sampai ke pom bensin. “Inilah salah satu bukti, ketika kita mau berbisnis dengan Allah, pasti banyak jalan keluarnya” tutur Sholeh Zubeir. “Orang yang bermaksiat saja Allah tunjukan jalannya, apatah lagi jalan ngaji kita”. sahut Khoiruddin.

Subhanallah... Tidak terasa, sudah 6 tahun kami bersama-sama membangun ukhuwah yang begitu indah di negeri minyak ini. Tanpa mengenal batas teritorial, warna kulit, bahasa, asal negara, dll. Waktu enam tahun terasa sangat singkat. Keindahan dan kenikmatan ukhuwah terlalu sulit untuk dilukiskan dengan kata-kata. Akhirnya, tibalah waktu untuk berpisah, karena tahun 1998 adalah tahun akhir kontrak kami dengan kementrian pendidikan Kuwait. Diantara kami ada yang kembali ke negaranya masing-masing, ada pula yang menjadi pengusaha, karyawan, guru dan mua’dzin di Kuwait.

Penulis termasuk salah seorang yang memilih untuk kembali lagi ke tanah air. 10 tahun sudah kami berpisah, semoga suatu hari kami dipertemukan kembali dalam sebuah kemenangan baik di dunia ataupun di akhirat. Amien.

Posting Komentar

 
Top