GuidePedia

0


Youth marketing oleh : Hermawan Kartajaya (President of MarkPlus Inc).

Anak muda memang sangat dinamis. Mereka tidak mau menerima begitu saja apa yang ditawarkan oleh para pemasar. Terlebih anak-anak muda pada era New Wave Marketing ini. Kemajuan teknologi Internet dan telepon seluler (ponsel) membuat generasi muda sekarang punya karakteristik yang sangat berbeda dibandingkan dengan generasi sebelumnya.

Lantas, bagaimana cara memasarkan kepada anak muda ini? Tentu dengan cara menyusun strategi pemasaran dan mengimplementasikannya dalam sebuah desain yang disebut youth marketing.

Pada prinsipnya youth marketing adalah istilah yang umum digunakan dalam dunia pemasaran untuk menjelaskan aktivitas pemasaran yang ditujukan kepada kaum muda, terutama pada kisaran umur 8 tahun hingga 34 tahun.

Youth marketing ini sendiri bisa dibagi menjadi beberapa segmen berdasarkan range usianya. Ada tween marketing yang menyasar umur 8 hingga 12 tahun. Lalu teen marketing untuk usia 13 tahun hingga 17 tahun, kemudian college marketing untuk usia 18 tahun hingga 21 tahun, dan young adult marketing usia di atas 22 tahun.

Pasar anak muda ini memang menjadi strategis karena mereka cukup konsumtif, memiliki buying power, dan mampu memengaruhi orang lain, baik anggota keluarganya maupun rekan sebayanya.

Keunikan yang dimiliki pasar anak muda ini membuat para pemasar harus mampu berpikir secara kreatif untuk memenangkan persaingan di sini. Seperti saya kemukakan di atas, pasar anak muda ini lebih berani untuk menolak pesan yang disampaikan pemasar.

Selain itu, lanskap bisnis juga memang berubah. Sepuluh tahun lalu, televisi merupakan media utama yang jadi pilihan para anak muda. Namun, sejak beberapa tahun belakangan ini televisi semakin ditinggalkan.

Kehadiran social networking, penggunaan Internet dan ponsel yang semakin marak karena tarifnya yang juga semakin murah, serta kehadiran sejumlah media ceruk (niche media) turut mengubah perilaku para anak muda.

Salah satu cara yang bisa dipakai untuk memenangkan pasar anak muda ini adalah melalui praktik experiential marketing. Program pemasaran yang terkait dengan musik, olahraga, fashion, video game, atau mobile technology terbukti mampu menarik minat kalangan muda.

Youth marketing ini menjadi unik karena para youth marketers berani mengeksplorasi strategi kreatif dan media yang digunakan. Praktik youth marketing menggunakan sejumlah konsep yang relatif baru seperti entertainment marketing, music marketing, sport marketing, event marketing, viral marketing, atau school-college marketing. Semua ini didasarkan relevansinya kepada perilaku dan gaya hidup pasar anak muda.

Tujuh Tren

Bagaimana tren youth marketing pada masa depan? Menurut Graham Brown dari mobileYouth dan Luke Mitchell dari Reach Student, seperti yang terdapat dalam situs mobileYouth (http://www.mobileyouth.org/post/7-key-trends-in-youth-marketing-spring-2008/), terdapat tujuh tren utama dalam youth marketing.

Pertama, free is a viable business model. Maksudnya, merek yang ingin eksis di segmen anak muda ini harus bisa memberikan kebebasan kepada anak muda. Bukan berarti harus selalu gratis, melainkan produk yang ditawarkan sedapat mungkin tidak bersifat standar dan masih bisa dikustomisasi lebih lanjut oleh para anak muda.

Sebagian besar anak muda sangat selektif, mereka hanya mau membayar apa yang mereka sukai. Google dan Skype adalah contoh layanan yang sukses di pasar anak muda karena memberikan produk dan layanan secara gratis yang oleh merek lain biasanya dikenakan biaya.

Kedua, transparency. Merek yang menyasar anak muda harus bersikap transparan kepada para pelanggannya ini. Merek ini harus bisa menawarkan dan mengomunikasikan value-nya secara transparan.

Anak muda ini lebih menghargai perusahaan yang mau mengakui kesalahannya. Memang, cara seperti ini mungkin akan membuat perusahaan tersebut kehilangan sejumlah investor dalam jangka pendek. Namun, dalam jangka panjang perusahaan ini akan mampu memenangkan hati dan pikiran pelanggan.

Ketiga, facebook fatigue. Facebook ini sudah menjadi semacam raksasa social networking. Anak-anak muda yang memang selalu ingin berbeda dari dulu mulai mencari situs-situs baru yang tidak seramai Facebook dan lebih sesuai dengan gaya hidup mereka.

Hal ini sudah disadari oleh sejumlah merek. Misalnya, MySpace yang bermitra dengan MTV untuk menyediakan platform dengan memanfaatkan social networking bagi anak-anak muda yang berbakat di bidang musik.

Keempat, the rise of the moderates. Anak-anak muda saat ini lebih moderat. Mereka semakin enggan bicara soal yang muluk-muluk, dan lebih menyukai bicara hal-hal yang dekat dengan kehidupan sehari-hari. Pandangan politik mereka tidak lagi ekstrem seperti katakanlah generasi bunga (flowers generation) pada era 1960-an.

Kelima, 'inner circle' brands. Anak muda saat ini tidak lagi naif dan gampang dibujuk. Perusahaan harus mampu merebut hati anak muda ini dan bisa masuk ke dalam lingkaran dalam mereka.

Studi terakhir dari Opinionpanel menemukan bahwa anak muda hanya mau paling banyak menjadikan 20 merek sebagai 'teman' mereka dalam Facebook mereka. Merek-merek ini, misalnya, adalah Sony, H&M, dan Apple.

Keenam, it's cool to be a suit. Dulu, anak muda memandang para profesional bisnis dengan setelan lengkapnya sebagai pekerjaan yang tidak 'keren'. Lihat saja sewaktu perusahaan dotcom tumbuh marak sekitar 10 tahun lalu, para karyawannya lebih banyak yang berpakaian kasual.

Namun, saat ini anak muda tidak lagi merasa jengah ketika harus berpakaian rapi. Ini tidak terlepas dari pengaruh berbagai hal.

Tren ketujuh adalah youth turn off the box. Anak muda sekarang merupakan generasi pertama yang punya banyak pilihan terhadap media apa yang akan mereka konsumsi. Media televisi, walaupun tetap penting, tetapi peranannya semakin berkurang. Media seperti Facebook, MySpace, Nintendo Wii, atau sekadar kumpul-kumpul dengan temannya menjadi pesaing televisi dalam menarik perhatian anak muda.

Terlebih, sebuah studi menunjukkan bahwa 25% murid SMA terlibat aktif di media lain (komputer, PlayStation) ketika mereka menonton televisi. Stasiun televisi juga semakin banyak. Maka, para pemasar harus berupaya masuk ke media-media alternatif selain televisi tadi untuk melakukan engagement dengan anak muda.

Posting Komentar

 
Top